Saturday, February 16, 2013

Dewasa dan Kedewasaan (I)

Tulisan ini cocok dibaca untuk usia 17 tahun ke atas, bukan karena mengandung adult content, tapi mungkin kurang menarik aja bagi anak-anak di bawah usia itu.

Ini hanya tentang kesan-kesan hidup saya yang (syukurlah) bisa mencapai usia pertengahan akhir dua puluhan ini. Kalau diingat-ingat, rasanya saya sudah mulai mengerti tentang perbedaan usia sejak saya mulai bisa menghitung. Meski masih kecil, minimal saya udah tau gimana membedakan siapa yang lebih tua dan yang lebih muda. Bukanlah hal yang susah karena waktu itu ukuran tubuh adalah patokan saya dalam membedakan umur. Anak yang badannya lebih besar tentulah lebih tua dari yang lain, begitu pun sebaliknya. Lahir di keluarga sebagai anak ‘bontot’ dengan dua kakak perempuan dan satu kakak laki-laki juga membuat saya lebih mudah peka dengan usia.

Pernah muncul pertanyaan di kepala saya seperti,

‘Gimana ya rasanya kalau udah besar nanti?’ (waktu itu kosakata ‘dewasa’ belum terfikirkan).

Bukannya saya ngga menikmati masa-masa kecil saya sih, tapi mungkin lebih karena bakat ‘kepo’ saya sedari kecil udah keliatan. Err..kesannya kayak anak kecil yang ngga sabar untuk cepat besar ya? Padahal ngga juga sih, saya toh masih berperilaku sesuai umur saya, ngga lebih-ngga kurang.

Oke, sesuai judul tulisan ini, bahasannya akan mengarah ke kata ‘dewasa’. Pada awalnya teori kedewasaan menurut saya ngga lepas dari orang yang tubuhnya tinggi besar. Maka saya yang dari dulu biasanya memiliki tubuh lebih kecil (bahkan di antara teman-teman seumuran) selalu menunggu-nunggu kapan saatnya bisa memiliki tubuh menyamai orang dewasa.

Tapi seiring bertambahnya usia dan berkembangnya tubuh, saya kok merasa itu ngga begitu berpengaruh ya?  Semua itu ngga lantas membuat saya cukup pantas untuk dibilang dewasa. Awalnya saya mengira itu karena saya ngga cukup mencapai target ukuran badan yang diinginkan. (uh, memang takdir punya fisik pas-pasan begini). Ah, tapi ngga juga kok, meski saya bukan tergolong yang berpostur tinggi besar, tapi masih masuklah standarnya orang dewasa di Indonesia. Lalu apa sih yang rasanya masih kurang?

Teori kedua adalah usia, saya selalu merasa usia manusia berbanding lurus dengan tingkat kedewasaannya. Waktu sekolah, saya sering menganggap perbedaan kelas atau tingkatan juga membedakan sikap dan perilaku siswa. Ya, minimal pengalamannya juga beda lah. Tapi setelah  bertemu banyak orang dengan perbedaan usia dan tingkat kedewasaan, ternyata hasilnya random sekali. Yang lebih tua banyak yang masih kekanakan, yang muda pun ngga jarang yang udah terlihat tua, dewasa. Maka saya pun sadar, teori saya lagi-lagi keliru.

to be continued.. to 'Dewasa dan Kedewasaan (II)'

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...