Saturday, December 17, 2011

Welcoming My Best Friends (Pulau Kemaro - Part One)

Day 3, Senin, 16 Mei 2011

Pulau Kemaro, hari ini kesanalah kami akan menuju. Jam sembilan kami udah siap-siap pergi ke dermaga sungai Musi. Namun saat melewati Mesjid Agung, teman-teman berhenti sejenak untuk mengambil gambar mesjid di siang hari (sekalian duduk-duduk sebentar). Hasilnya keren juga. Mesjid Agung jadi semakin kelihatan megah di siang hari. Subhanallah!

Mesjid Agung Palembang di siang hari
Di dekat dermaga, kami menemukan sebuah plang (baca : papan informasi) yang memuat peta objek wisata yang tersebar di provinsi Sumsel, termasuk Pulau Kemaro yang akan kami kunjungi hari ini. Ternyata banyak juga objek wisata yang ada di provinsi ini (gue aja belum tahu semuanya), dan kebanyakan adalah objek wisata alam. Wah, bisa jadi rencana jalan-jalan berikutnya nih! Langsung terbayang serunya backpacker-an sama teman-teman gue menjelajah tempat-tempat eksotis yang ada di negeri ini. Come on, guys! kita wacanakan agendakan lagi.


Berdasarkan informasi tanya sana-sini, cara yang bisa ditempuh untuk bisa sampai ke Pulau Kemaro adalah dengan naik ketek (wah, bau dunk! hehe..bukan ketek yang itu kok, ini nama sejenis perahu kayu kecil bermesin sederhana). Begitu sampai di dermaga kami langsung cari-cari orang yang menyewakan keteknya eh, perahu keteknya. Tapi pas nanya-nanya kami disarankan agar naik speed boat aja, masih sejenis perahu kecil tapi agak besar dan mesinnya lebih cepat. Memang kalau naik ketek perjalanannya agak lama karena ga secepat speed boat. Tentu harga sewanya agak lebih mahal dibandingkan sewa ketek, 120.000 rupiah untuk sekali perjalanan dan pulang lagi. Satu perahu bisa mengangkut sekitar 5-6 orang, sedangkan kami saat itu cuma bertiga, jadi meski bisa patungan masih terasa lebih berat daripada kalau kami datang berlima.

Ini bukan preman pinggir sungai Musi loh
Wah, masa ga jadi sih? Ya nggak lah. Akhirnya keputusan udah mantap tetap jadi berangkat. Bagian nego harga diserahkan ke gue karena gue yang paling menguasai bahasa lokal (biar ga dikira turis nyasar). Akhirnya setelah tawar-menawar sengit dengan trik ‘pura-pura ga jadi’, si empunya speed boat mau menurunkan sedikit harga sewanya menjadi Rp.90.000,-. Lumayan kan, bisa hemat buat beli nasi. Eh iya, ngomong-ngomong, pas gue lagi sibuk nego ada yang sempat-sempatnya iseng foto di pinggir dermaga.

Agus - Bayu - Gue (yang jepret) saat speed boat baru jalan

Setelah urusan nego harga beres, maka kami pun meluncur di atas speed boat menuju ke pulau Kemaro. Jangan tertipu melihat foto di samping yang menyiratkan kalau perjalanan yang kami tempuh lumayan santai. Karena kalau yang namanya speed boat bener-bener jauh dari nyantai. Perahu yang kami tumpangi itu memang bisa disebut meluncur karena kecepatannya yang lumayan.  Dan mungkin karena ada ombak sungai, sesekali perahu melonjak-lonjak hampir-hampir seperti berjalan di daratan yang ga rata dan bukannya di atas permukaan air. Untung kami bertiga bisa berenang (meski ga jago-jago amat), jadi ga begitu kuatir tenggelam (amit-amit) kalo speed boat nya oleng atau terbalik. Tapi keseluruhan pengalaman yang kami rasakan saat itu bener-bener seru, teman-teman gue aja sampai ga malu-malu lagi teriak-teriak di atas perahu yang meluncur gila-gilaan (tapi memang mau malu sama siapa juga ya, toh penumpangnya cuma kami bertiga plus sang pengemudi speed boat).
Pulau Kemaro dari kejauhan
"Inilah pulau Kemaro yang dari jauh kelihatannya seperti pulau biasa namun sebenarnya memiliki keunikan dan legenda tersendiri."
Pulau Kemaro terletak di sebuah delta di tengah Sungai Musi yang membelah Kota Palembang. Kemaro ini maksudnya adalah “kemarau” dalam bahasa Indonesia. Katanya sih nama itu diberikan karena pulau ini ga pernah tergenang air meski saat air pasang besar. Jadi saat air sungai Musi naik, pulau Kemaro ga akan kebanjiran tapi tetap kelihatan mengapung dari kejauhan. Lumayan unik kan. Legendanya lebih unik lagi. 
Di samping batu monumen Legenda Pulau Kemaro
Konon pulau ini terbentuk dari guci-guci berisi harta milik saudagar Tionghoa yang bernama Tan Bun An. Ia yang mempersunting Siti Fatimah putri Raja Palembang pulang dari Tiongkok menuju Palembang dengan tujuh buah guci sebagai hadiah dari orang tuanya. Saat tiba, ia mendapati isi guci hanyalah sawi-sawi asin sehingga tanpa berpikir ia membuang sisanya ke dalam sungai. Namun saat guci terakhir jatuh dan pecah yang ternyata memang berisi harta, ia pun menyesal dan terjun ke sungai hendak mengambil kembali guci-guci itu, disusul seorang pengawalnya. Tapi karena keduanya ga muncul lagi, Siti Fatimah lalu ikut terjun ke dalam sungai dan ia pun bernasib sama. Guci-guci yang tenggelam kemudian timbul kembali dan lambat laun tertutup tanah sehingga terbentuklah sebuah pulau yang kemudian disebut pulau Kemaro. Begitu ceritanya.

Lanjut ke : Welcoming My Best Friends (Pulau Kemaro - Part Two)


0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...